Sunday, September 26, 2010

kejujuran dan amanah

بسم الله الرحمن الرحيم

Jujur adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebenarnya, tidak ada rekayasa dengan dalih-dalih yang diciptakan. Kalau A katakana A. Kalau putih katakana putih, tidak belang-belang, kuning atau hitam. itulah kejujuran.

Kejujuran itu suatu hal yang baik, suci dan mudah dikatakan, mudah juga dilakukan. Kejujuran itu sumber kebahagaiaan, keakraban dan ketulusan hati. Ia bersinar mewarnai kehidupan manusia yang membawa berkah dalam hidupnya.

Pada dasarnya manusia itu memiliki sifat jujur. Semua manusia menginginkan dirinya menjadi orang yang
jujur. Hati nurani manusia selalu jujur. Tidak seorangpun suka dikatakan dirinya tidak jujur atau pembohong. Pada dasarnya orang sangat senang akan kejujuran.

Orang juga mengharapkan agar orang lain jujur kepadanya. Jujurlah kepadaku, katakanlah yang sesungguhnya, semoga tiada dusta diantara kita, itulah kata-kata yang sering keluar dalam hubungan sesama manusia.

Demikian juga seseorang yang diangkat menjadi pegawai baik pegawai pemerintah maupun swasta serendah apapun tugasnya selalu ada tekad, sumpah, dan janji yang diucapkan bahwa ia akan jujur, akan membela dan memihak kepada kebenaran dan kejujuran.

Adapun amanah adalah tempat kepercayaan yaitu kepercayaan Allah kepada manusia atau kepercayaan antar seseorang terhadap orang lain tertentu. Orang yang amanah akan melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan apa yang disepakati bersama, apa yang diharapkan maupun yang dijanjikan.

Semua orang $menginginkan dirinya menjadi tempat kepercayaan orang lain dalam berbagai urusan karena ia amanah. Setiap orang juga mengharapkan orang lain agar dapat menjaga amanahnya sehingga dapat dipercayakan untuk melakukan sesuatu yang baik dan tidak bakal dihianati dan diselewengkan. 

Amanah itu akan membawa kedamaian, ketenteraman, kesetiaan dan menghasilkan kebaikan yang besar
bagi manusia maupun mahluk lainnya. Orang yang amanah akan mendapat ganjaran atau pahala yang besar dari Allah SWT.

Profesi sebagai tentara juga merupakan amanah dari Allah dan amanah dari rakyat yang harus dijaga dan
di pelihara. Amanah menjadi tentara adalah amanah untuk menjaga negara dengan baik dan profesional serta memihak kepada kebenaran dan kejujuran, bukan memihak kepada kepentingan orang perorang.

Antara kejujuran dengan amanah selalu berpasangan. Orang yang amanah karena ia jujur. Seseorang tidak akan jadi amanah jika ia tidak jujur dan orang yang tidak jujur sudah tentu tidak menjadi amanah.

Kejujuran itu memiliki posisi yang sangat kuat dan ketidak jujuran itu posisinya sangat lemah. Akan tetapi ternyata kejujuran itu timbul tenggelam di dalam diri setiap manusia. Antara kejujuran dengan ketidak jujuran selalu bergulat di dalam diri manusia.

Pada dasarnya dalam pergaulan antar orang perorang didasari oleh adanya kepercayaan antara satu dengan lainnya, karena diyakini setiap orang memiliki sifat amanah. Akan tetapi setiap orang perlu waspada terhadap penyelewengan karena kejujuran itu rawan godaan dan seseorang bisa saja tiba-tiba berubah menjadi tidak jujur. Seseorang tidak bisa memaksa orang lain untuk percaya begitu saja kepadanya karena
orang lain mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang dirinya dan tentang orang lain dalam masalah kejujuran.

Ada pepatah mengatakan; ”Berharaplah terhadap yang baik, tapi waspadalah terhadap yang jelek”.

Kejujuran itu selalu berdampingan dengan penyelewengan, penghianatan, pemalsuan, penipuan, dsb. Kejujuran itu kadang terusik karena ada kesempatan seseorang untuk berbuat tidak jujur, apalagi ada pihak yang mengajak dan melindunginya maka ketidak jujuran terjadi.

Pada dasarnya ketidak jujuran itu memiliki posisi lemah tapi ia dapat berubah  menjadi kuat dan kejujuran itu yang asalnya memiliki posisi kuat bisa dilemahkan oleh penyelewengan yang dilakukan secara bersama-sama.

Kepercayaan atau amanah itu datang dari perbuatan nyata yang dilakukan seseorang sehari-hari dan itu memerlukan waktu yang lama bagi orang lain untuk dapat mempercayai seseorang akan kejujurannya.

Lingkungan dan zaman sangat menentukan tingkat kepercayaan itu. Saat ini sulit bagi seseorang untuk mempercayai orang lain karena dimana-mana sudah sering terjadi penyelewengan, apa lagi modusnya sama saja.

Orang yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi terhadap kemungkinan terjadi penyelewengan justru menunjukkan kepintaran seseorang karena ia tidak ingin mengalami hal yang sama dengan orang lain atau mungkin dirinya sendiri sudah pernah mengalaminya berkali-kali atau dirinya sendiri juga tidak jujur sehingga tingkat kecurigaannya sangat tinggi terhadap orang lain.

Karena lingkungan dan zaman saat ini telah menunjukkan terjadinya penipuan disana sini dengan berbagai cara dan rekayasa mulai dari yang jelas sampai dengan cara yang halus hingga orang lain tidak tahu bahwa ia ditipu, maka tingkat kecurigaan orang terhadap sesuatu semakin tinggi.

Demikian juga jiwa manusia, karena penyelewenan itu sudah terjadi sedemikian rupa, maka hal-hal yang sesungguhnya menyeleweng masih dianggap sebagai suatu kejujuran, bahkan dikakatan tindakannya itu mengandung berkah dan mengsatakan syukur Alhamdulillah kepada Allah.

Sebagai contoh seseorang membeli barang A. harganya sepuluh, barang tersebut harganya menjadi delapan karena  ditawar oleh pembeli. Karena si pembeli merasa dia sudah menawar maka hasil tawaran yang dua rupiah dia ambil untu pribadinya karena dianggapnya sebagai hasil usahanya dan dilaporkannya bahwa harga barangnya sepuluh rupiah, padahal si pemjual memang sengaja menawarkan harga tinggi karena itu bukan harga yang sebenarnya atau harga jadi.

Lalu orang yang mengambil uang dua rupiah hasil penawarannya menganggap uang tersebut halal buat dirinya, ia belikan sesuatu, ia kaktakan Alhamdulillah, ini rejeki yang berkah. Padahal itu bagian dari penyelewengan, bagian dari ketidak jujuran. Ia tidak amanah, jika ia jujur ia harus kembalikan semua uang
yang tidak terpakai. 

Ada juga orang yang disuruh membeli sesuatu, ternyata yang mau dibelinya diberikan begitu saja sama orang lain karena dianggap itu untuk kepentingan umum, maka si pembeli tadi mengantongi uangnya dan mengembalikan kepada yang menyuruh beli. Ketika dikembalikan orang tersebut diberi separuh dari uang
tersebut, maka orang yang menerima uang separuh itu mengangap uang itu rejekinya yang berkah, padahal itu juga hasil pen yelewengan. Bukan uang lkita, itu bantuan dari orang yang menyumbang. Akan tetapi orang yang tidak lagi melihat itu sebagai penyelewengan sudah butaakan kebenaran.

Orang seperti itu jika ditanya mengapa anda mau menerima uang tersebut, ia akan membela diri dengan mengatakan bukan saya curi, saya dikasi. Padahal meskipun di kasi tapi uang tersebut bukan untuk di bagi-bagi tetapi dapat  digunakan untuk membeli keperluan lainnya yang sama.

Begitulah jika rasa sensitifitas terhadap penyelewengan sudah tidak lagi menyentuh kalbu yang paling dalam..

No comments: